Powered By Blogger

Kamis, 14 April 2011

TEORI EVOLUSI MENURUT ISLAM

Ada Apa dengan Teori Evolusi?
Sebagian orang yang pernah mendengar “teori evolusi” atau “Darwinisme” mungkin beranggapan bahwa konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi dan tidak berpengaruh sedikit pun terhadap kehidupan sehari-hari. Anggapan ini sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia.
Filsafat tersebut adalah “materialisme”, yang mengandung sejumlah pemikiran penuh kepalsuan tentang mengapa dan bagaimana manusia muncul di muka bumi. Materialisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain materi dan materi adalah esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan Sang Maha Pencipta, yaitu Allah. Dengan mereduksi segala sesuatu ke tingkat materi, teori ini mengubah manusia menjadi makhluk yang hanya berorientasi kepada materi dan berpaling dari nilai-nilai moral. Ini adalah awal dari bencana besar yang akan menimpa hidup manusia.
Kerusakan ajaran materialisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu. Ajaran ini juga mengarah untuk meruntuhkan nilai-nilai dasar suatu negara dan masyarakat dan menciptakan sebuah masyarakat tanpa jiwa dan rasa sensitif, yang hanya memperhatikan aspek materi. Anggota masyarakat yang demikian tidak akan pernah memiliki idealisme seperti patriotisme, cinta bangsa, keadilan, loyalitas, kejujuran, pengorbanan, kehormatan atau moral yang baik, sehingga tatanan sosial yang dibangunnya pasti akan hancur dalam waktu singkat. Karena itulah, materialisme menjadi salah satu ancaman paling berat terhadap nilai-nilai yang mendasari tatanan politik dan sosial suatu bangsa.
Satu lagi kejahatan materialisme adalah dukungannya terhadap ideologi-ideologi anarkis dan bersifat memecah belah, yang mengancam kelangsungan kehidupan negara dan bangsa. Komunisme, ajaran terdepan di antara ideologi-ideologi ini, merupakan konsekuensi politis alami dari filsafat materialisme. Karena komunisme berusaha menghancurkan tatanansakral seperti keluarga dan negara, ia menjadi ideologifundamental bagi segala bentuk gerakan separatis yang menolak struktur kesatuan suatu negara.
Teori evolusi menjadi semacam landasan ilmiah bagi materialisme, dasar pijakan ideologi komunisme. Dengan merujuk teori evolusi, komunisme berusaha membenarkan diri dan menampilkan ideologinya sebagai sesuatu yang logis dan benar. Karena itulah Karl Marx, pencetus komunisme, menuliskan The Originof Species, buku Darwin yang mendasari teori evolusi dengan “Inilah buku yang berisi landasan sejarah alam bagi pandangan kami” 1
Namun faktanya, temuan-temuan baru ilmu pengetahuan modern telah membuat teori evolusi, dogma abad ke-19 yang menjadi dasar pijakan segala bentuk ajaran kaum materialis, menjadi tidak berlaku lagi, sehingga ajaran ini – utamanya pandangan Karl Marx – benar-benar telah ambruk. Ilmu pengetahuan telah menolak dan akan tetap menolak hipotesis materialis yang tidak mengakui eksis-tensi apa pun kecuali materi. Dan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa segala yang ada merupakan hasil ciptaan sesuatu yang lebih tinggi.
Tujuan penulisan buku ini adalah memaparkan fakta-fakta ilmiah yang membantah teori evolusi dalam seluruh bidang ilmu, dan mengungkapkan kepada masyarakat luas tujuan sesungguhnya dari apa yang disebut “ilmu pengetahuan” ini, yang ternyata tidak lebih dari sebuah penipuan.
Perlu diketahui bahwa evolusionis tidak memiliki bantahan terhadap buku yang sedang Anda baca ini. Mereka bahkan tidak akan berusaha membantah karena sadar bahwa tindakan seperti itu hanya akan membuat setiap orang semakin paham bahwa teori evolusi hanyalah sebuah kebohongan.
1. Cliff, Conner, “Evolution vs. Creationism: In Defense of Scientific Thinking”, International Socialist Review (monatliche Zeitschriftenbeilage zu The Militant), November 1980
Sejarah Singkat Teori Evolusi
Akar pemikiran evolusionis muncul sezaman dengan keyakinan dogmatis yang berusaha keras mengingkaripenciptaan. Mayoritas filsuf penganut pagan di zaman Yunani kuno mempertahankan gagasan evolusi. Jika kita mengamati sejarah filsafat, kita akan melihat bahwa gagasan evolusi telah menopang banyak filsafat pagan.
Akan tetapi bukan filsafat pagan kuno ini yang telah berperan penting dalam kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan modern, melainkan keimanan kepada Tuhan. Pada umumnya mereka yang memelopori ilmu pengetahuan modern mempercayai keberadaan-Nya. Seraya mempelajari ilmu pengetahuan, mereka berusaha menyingkap rahasia jagat raya yang telah diciptakan Tuhan dan mengungkap hukum-hukum dan detail-detail dalam ciptaan-Nya. Ahli Astronomi seperti Leonardo da Vinci, Copernicus, Keppler dan Galileo; bapak paleontologi, Cuvier; perintis botani dan zoologi, Linnaeus; dan Isaac Newton, yang dijuluki sebagai “ilmuwan terbesar yang pernah ada”, semua mempelajari ilmu pengetahuan dengan tidak hanya meyakini keberadaan Tuhan, tetapi juga bahwa keseluruhan alam semesta adalah hasil ciptaan-Nya 1 Albert Einstein, yang dianggap sebagai orang paling jenius di zaman kita, adalah seorang ilmuwan yang mempercayai Tuhan dan menyatakan, “Saya tidak bisa membayangkan ada ilmuwan sejati tanpa keimanan mendalam seperti itu. Ibaratnya: ilmu pengetahuan tanpa agama akan pincang.” 2
Salah seorang pendiri fisika modern, dokter asal Jerman, Max Planck mengatakan bahwa setiap orang, yang mempelajari ilmu pengetahuan dengan sungguh-sungguh, akan membaca pada gerbang istana ilmu pengetahuan sebuah kata: “Berimanlah”. Keimananadalah atribut penting seorang ilmuwan. 3
Teori evolusi merupakan buah filsafat materialistis yang muncul bersamaan dengan kebangkitan filsafat-filsafat materialistis kuno dan kemudian menyebar luas di abad ke-19. Seperti telah disebutkan sebelumnya, paham materialisme berusaha menjelaskan alam semata melalui faktor-faktor materi. Karena menolak penciptaan, pandangan ini menyatakan bahwa segala sesuatu, hidup ataupun tak hidup, muncul tidak melalui penciptaan tetapi dari sebuah peristiwa kebetulan yang kemudian mencapai kondisi teratur. Akan tetapi, akal manusia sedemikian terstruktur sehingga mampu memahami keberadaan sebuah kehendak yang mengatur di mana pun ia menemukan keteraturan. Filsafat materialistis, yang bertentangan dengan karakteristik paling mendasar akal manusia ini, memunculkan “teori evolusi” di pertengahan abad ke-19.
Khayalan Darwin
Orang yang mengemukakan teori evolusi sebagaimana yang dipertahankan dewasa ini, adalah seorang naturalis amatir dari Inggris, Charles Robert Darwin.
Darwin tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang biologi. Ia hanya memiliki ketertarikan amatir pada alam dan makhluk hidup. Minat tersebut mendorongnya bergabung secara sukarela dalam ekspedisi pelayaran dengan sebuah kapal bernama H.M.S. Beagle, yang berangkat dari Inggris tahun 1832 dan mengarungi berbagai belahan dunia selama lima tahun. Darwin muda sangat takjub melihat beragam spesies makhluk hidup, terutama jenis-jenis burung finch tertentu di kepulauan Galapagos. Ia mengira bahwa variasi pada paruh burung-burung tersebut disebabkan oleh adaptasi mereka terhadap habitat. Dengan pemikiran ini, ia menduga bahwa asal usul kehidupan dan spesies berdasar pada konsep “adaptasi terhadap lingkungan”. Menurut Darwin, aneka spesies makhluk hidup tidak diciptakan secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek mo-yang yang sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam.
Hipotesis Darwin tidak berdasarkan penemuan atau penelitian ilmiah apa pun; tetapi kemudian ia menjadikannya sebuah teori monumental berkat dukungan dan dorongan para ahli biologi materialis terkenal pada masanya. Gagasannya menyatakan bahwa individu-individu yang beradaptasi pada habitatmereka dengan cara terbaik, akan menurunkan sifat-sifat mereka kepada generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menguntungkan ini lama-kelamaan terakumulasi dan mengubah suatu individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyangnya. (Asal usul “sifat-sifat yang menguntungkan” ini belum diketahui pada waktu itu.) Menurut Darwin, manusia adalah hasil paling maju dari mekanisme ini.
Charles Darwin
Darwin menamakan proses ini “evolusi melalui seleksi alam”. Ia mengira telah menemukan “asal usul spesies”: suatu spesies berasal dari spesies lain.Ia mempublikasikan pandangannya ini dalam bukunya yang berjudul The Origin of Species, By Means of Natural Selection pada tahun 1859.
Darwin sadar bahwa teorinya menghadapi banyak masalah. Ia mengakui ini dalam bukunya pada bab “Difficulties of the Theory”. Kesulitan-kesulitan ini terutama pada catatan fosil dan organ-organ rumit makhluk hidup (misalnya mata) yang tidak mungkin dijelaskan dengan konsep kebetulan, dan naluri makhluk hidup. Darwin berharap kesulitan-kesulitan iniakan teratasi oleh penemuan-penemuan baru; tetapi bagaimanapun ia tetap mengajukan sejumlah penjelasan yang sangat tidak memadai untuk sebagiankesulitan tersebut. Seorang ahli fisika Amerika, Lipson, mengomentari “kesulitan-kesulitan” Darwin tersebut:
Ketika membaca The Origin of Species, saya mendapatibahwa Darwin sendiri tidak seyakin yang sering dikatakan orang tentangnya; bab “Difficulties of the Theory” misalnya, menunjukkan keragu-raguannya yang cukup besar. Sebagai seorang fisikawan, saya secara khusus merasa terganggu oleh komentarnya mengenai bagaimana mata terbentuk. 4
Saat menyusun teorinya, Darwin terkesan oleh para ahli biologi evolusionis sebelumnya, terutama seorang ahli biologi Perancis, Lamarck. 5 Menurut Lamarck, makhluk hidup mewariskan ciri-ciri yang mereka dapatkan selama hidupnya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga terjadilah evolusi. Sebagai contoh, jerapah berevolusi dari binatang yang menyerupai antelop. Perubahan itu terjadi dengan memanjangkan leher mereka sedikit demi sedikit dari generasi ke generasi ketika berusaha menjangkau dahan yang lebih tinggi untuk memperoleh makanan. Darwin menggunakan hipotesis Lamarck tentang “pewarisan sifat-sifat yang diperoleh” sebagai faktor yang menyebabkan makhluk hidup berevolusi.
FOKUS: Rasisme Darwin
Salah satu aspek diri Darwin yang terpenting namun tidak banyak diketahui adalah pandangan rasisnya: Darwin menganggap orang-orang kulit putih Eropa lebih “maju” dibandingkan ras-ras manusia lainnya.Selain beranggapan bahwa manusia adalah makhluk mirip kera yang telah berevolusi, Darwin juga ber-pendapat bahwa beberapa ras manusia berkembang lebih maju dibandingkan ras-ras lain, dan ras-ras terbelakang ini masih memiliki sifat kera. Dalam bukunya The Descent of Man yang diterbitkannya setelah The Origin of Species, dengan berani ia berkomentar tentang “perbedaan-perbedaan besar antara manusia dari beragam ras”.1 Dalam bukunya tersebut, Darwin berpendapat bahwa orang-orang kulit hitam dan orang Aborigin Australia sama dengan gorila, dan berkesimpulan bahwa mereka lambat laun akan “disingkirkan” oleh “ras-ras beradab”.
Ia berkata:
Di masa mendatang, tidak sampai berabad-abad lagi, ras-ras manusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama, kera-kera antropomorfus (menyerupai manusia)… tak diragukan lagi akan musnah. Selanjutnya jarak antara manusia dengan padanan terdekatnya akan lebih lebar, karena jarak ini akan memisahkan manusia dalam keadaan yang lebih beradab – kita dapat berharap bahkan lebihdari Kaukasian – dengan jenis-jenis kera serendah babun, tidak seperti sekarang yang hanya memisahkan negro atau penduduk asli Australia dengan gorila.2
Pendapat-pendapat Darwin yang tidak masuk akal ini tidak hanya dijadikan teori, tetapi juga diposisikan sebagai “dasar ilmiah” paling penting bagi rasisme.Dengan asumsi bahwa makhluk hidup berevolusi ketika berjuang mempertahankan hidup, Darwinisme bahkan dimasukkan ke dalam ilmu-ilmu sosial, dan dijadikan sebuah konsep yang kemudian dinamakan “Darwinisme Sosial”.
Darwinisme Sosial berpendapat bahwa ras-ras manusia berada pada tingkatan berbeda-beda pada “tangga evolusi”, dan ras-ras Eropa adalah yang paling “maju” di antara semua ras, sedangkan ras-ras lain masih memiliki ciri-ciri “kera”.
1 Benjamin Farrington, What Darwin Really Said, London, Sphere Books, 1971, S. 54 ff.2 Charles Darwin, The Descent of Man, 2. Aufl., New York, A.L. Burt Co., 1874, S. 178
Namun Darwin dan Lamarck telah keliru, sebab pada masa mereka, kehidupan hanya dapat dipelajari dengan teknologi yang sangat primitif dan pada tahap yang sangat tidak memadai. Bidang-bidang ilmu pengetahuan seperti genetika dan biokimia belum ada sekalipun hanya nama. Karenanya, teori mereka harusbergantung sepenuhnya pada kekuatan imajinasi.
Di saat gema buku Darwin tengah berkumandang, seorang ahli botani Austria bernama Gregor Mendel menemukan hukum penurunan sifat pada tahun 1865. Meskipun tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan Mendel mendapat perhatian besar di awal tahun 1900-an. Inilah awal kelahiran ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gendan kromosom ditemukan. Pada tahun 1950-an, penemuan struktur molekul DNA yang berisi informasi genetis menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis. Alasannya adalah kerumitan luar biasa dari kehidupan dan ketidakabsahan mekanisme evolusi yang diajukan Darwin.
Perkembangan ini seharusnya membuat teori Darwin terbuang dalam keranjang sampah sejarah. Namun ini tidak terjadi, karena ada kelompok-kelompok tertentu yang bersikeras merevisi, memperbarui dan mengangkat kembali teori ini pada kedudukan ilmiah. Kita dapat memahami maksud upaya-upaya tersebut hanya jika menyadari bahwa di belakang teori ini terdapat tujuan ideologis, bukan sekadar kepentingan ilmiah.
Usaha Putus Asa Neo-Darwinisme
Teori Darwin jatuh terpuruk dalam krisis karena hukum-hukum genetika yang ditemukan pada perempat pertama abad ke-20. Meskipun demikian, sekelompok ilmuwan yang bertekad bulat tetap setia kepada Darwin berusaha mencari jalan keluar. Mereka berkumpul dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh Geological Society of America pada tahun 1941. Ahli genetika seperti G. Ledyard Stebbins dan Theodosius Dobzhansky, ahli zoologi seperti Ernst Mayrdan Julian Huxley, ahli paleontologi seperti George Gaylord Simpson dan Glenn L. Jepsen, dan ahli genetika matematis seperti Ronald Fisher dan Sewall Right, setelah pembicaraan panjang akhirnya menyetujui cara-cara untuk “menambal sulam” Darwinisme.
Kader-kader ini berfokus kepada pertanyaan tentang asal usul variasi menguntungkan yang diasumsikan menjadi penyebab makhluk hidup berevolusi -sebuah masalah yang tidak mampu dijelaskan oleh Darwin sendiri dan dielakkan dengan bergantung pada teori Lamarck. Gagasan mereka kali ini adalah “mutasi acak” (random mutations). Mereka menamakan teori baru ini “Teori Evolusi Sintetis Modern” (The Modern Synthetic Evolution Theory), yang dirumuskan dengan menambahkan konsep mutasi pada teori seleksi alam Darwin. Dalam waktu singkat, teori ini dikenal sebagai “neo-Darwinisme” dan mereka yang mengemukakannya disebut “neo-Darwinis”.
Beberapa dekade berikutnya menjadi era perjuangan berat untuk membuktikan kebenaran neo-Darwinisme. Telah diketahui bahwa mutasi – atau “kecelakaan” – yang terjadi pada gen-gen makhluk hidup selalu membahayakan. Neo-Darwinis berupaya memberikan contoh “mutasi yang menguntungkan” dengan melakukan ribuan eksperimen mutasi. Akan tetapi semua upaya mereka berakhir dengan kegagalan total.
Mereka juga berupaya membuktikan bahwa makhluk hidup pertama muncul secara kebetulan di bawah kondisi-kondisi bumi primitif, seperti yang diasumsikanteori tersebut. Akan tetapi eksperimen-eksperimen ini pun menemui kegagalan. Setiap eksperimen yang bertujuan membuktikan bahwa kehidupan dapat dimunculkan secara kebetulan telah gagal. Perhitungan probabilitas membuktikan bahwa tidak ada satu pun protein, yang merupakan molekul penyusun kehidupan, dapat muncul secara kebetulan. Begitu pula sel, yang menurut anggapan evolusionis muncul secara kebetulan pada kondisi bumi primitif dan tidak terkendali, tidak dapat disintesis oleh laboratorium-laboratorium abad ke-20 yang tercanggih sekalipun.
Teori neo-Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun “bentuk-bentuk transisi” yang diasumsikan teori neo-Darwinis sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies primitif ke spesies lebih maju. Begitu pula perbandingan anatomi menunjukkan bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang dan keturunannya.
Neo-Darwinisme memang tidak pernah menjadi teori ilmiah, tapi merupakan sebuah dogma ideologis kalau tidak bisa disebut sebagai semacam “agama”. Oleh karena itu, pendukung teori evolusi masih saja mempertahankannya meskipun bukti-bukti berbicara lain. Tetapi ada satu hal yang mereka sendiri tidak sependapat, yaitu model evolusi mana yang “benar” dari sekian banyak model yang diajukan. Salah satu hal terpenting dari model-model tersebut adalah sebuah skenario fantastis yang disebut “punctuated equilibrium”.
Coba-Coba: Punctuated Equilibrium
Sebagian besar ilmuwan yang mempercayai evolusi menerima teori neo-Darwinis bahwa evolusi terjadi secara perlahan dan bertahap. Pada beberapa dekadeterakhir ini, telah dikemukakan sebuah model lain yangdinamakan “punctuated equilibrium”. Model ini menolak gagasan Darwin tentang evolusi yang terjadi secara kumulatif dan sedikit demi sedikit. Sebaliknya, model ini menyatakan evolusi terjadi dalam “loncatan” besar yang diskontinu.
Sthephen Jay Gould
Pembela fanatik pendapat ini pertama kali muncul pada awal tahun 1970-an. Awalnya, dua orang ahli paleontologi Amerika, Niles Eldredge dan Stephen Jay Gould, sangat sadar bahwa pernyataan neo-Darwinis telah diruntuhkan secara absolut oleh catatan fosil. Fosil-fosil telah membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari evolusi bertahap, tetapi muncul tiba-tiba dan sudah terbentuk sepenuhnya. Hingga sekarang neo-Darwinis senantiasa berharap bahwa bentuk peralihan yang hilang suatu hari akan ditemukan. Eldredge dan Gould menyadari bahwa harapan ini tidak berdasar, namun di sisi lain mereka tetap tidak mampu meninggalkan dogma evolusi. Karena itulah akhirnya mereka mengemukakan sebuah model baru yang disebut punctuated equilibrium tadi. Inilah model yang menyatakan bahwaevolusi tidak terjadi sebagai hasil dari variasi minor, namun dalam per-ubahan besar dan tiba-tiba.
Model ini hanya sebuah khayalan. Sebagai contoh, O.H. Shindewolf, seorang ahli paleontologi dari Eropa yang merintis jalan bagi Eldredge dan Gould, menyatakan bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur reptil, sebagai “mutasi besar-besaran” (gross mutation), yakni akibat “kecelakaan” besar yang terjadi pada struktur gen. 6 Menurut teori tersebut, seekor binatang darat dapat menjadi paus raksasa setelah mengalami perubahan menyeluruh secara tiba-tiba. Pernyataan yang sama sekali bertentangan dengan hukum-hukum genetika, biofisika dan biokimia ini, sama ilmiahnya dengan dongeng katak yang menjadi pangeran! Dalam ketidakberdayaan karena pandangan neo-Darwinis terpuruk dalam krisis, sejumlah ahli paleontologi pro-evolusi mempercayai teori ini, teori baru yang bahkan lebih ganjil daripada neo-Darwinisme itu sendiri.
Satu-satunya tujuan model ini adalah memberikan penjelasan untuk mengisi celah dalam catatan fosil yang tidak dapat dijelaskan model neo-Darwinis. Namun, usaha menjelaskan kekosongan fosil dalam evolusi burung dengan pernyataan bahwa “seekor burung muncul tiba-tiba dari sebutir telur reptil” sama sekali tidak rasional. Sebagaimana diakui oleh evolusionis sendiri, evolusi dari satu spesies ke spesieslain membutuhkan perubahan besar informasi genetis yang menguntungkan.
Akan tetapi, tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis atau menambahkan informasi baru padanya. Mutasi hanya merusak informasi genetis. Dengan demikian, “mutasi besar-besaran” yang digambarkan oleh model punctuated equilibrium hanya akan menyebabkan pengurangan atau perusakan “besar-besaran” pada informasi genetis.
Lebih jauh lagi, model punctuated equilibrium runtuh sejak pertama kali muncul karena ketidakmampuannya menjawab pertanyaan tentang asal usul kehidupan; pertanyaan serupa yang menggugurkan model neo-Darwinis sejak awal. Karena tidak satu protein pun yang muncul secara kebetulan, perdebatan mengenai apakah organisme yang terdiri dari milyaran protein mengalami proses evolusi secara “tiba-tiba” atau “bertahap” tidak masuk akal.
Kajian-Kajian mendalam tentang sel hanya munkin setelah panamuan mikroskop elektron. Pada masa Darwin, dengan mikroskop primitif seperti ini, hanya mungkin untuk mengamati permukanluar sebuah sel.
FOKUS : Ilmu Pengetahuan Primitif di Masa Darwin
Ketika Darwin mengajukan asumsinya, disiplin-disiplin ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia belum ada. Seandainya ilmu-ilmu ini ditemukan sebelum Darwin mengajukan teorinya, ia akan dengan mudah menyadari bahwa teorinya benar-benar tidak ilmiah dan tidak akan berupaya mengemukakan pernyataan-pernyataan tanpa arti. Informasi yang menentukan spesies terdapat dalam gen dan tidak mungkin seleksi alam memproduksi spesies baru melalui perubahan gen.
Begitu pula, dunia ilmu pengetahuan pada saat itu hanya memiliki pemahaman yang dangkal dan kasar tentang struktur dan fungsi sel. Jika Darwin memiliki kesempatan mengamati sel dengan menggunakan mikroskop elektron, dia mungkin akan menyaksikan kerumitan dan struktur yang luar biasa dalam bagian-bagian kecil sel.
Dia akan menyaksikan dengan mata kepala sen-diri bahwa tidak mungkin sistem yang demikian rumit dan kompleks terjadi melalui variasi minor. Jika ia mengenal biomatematika, maka dia akan menyadari bahwa jangankan keseluruhan sel, bahkan sebuah molekul protein saja, tidak mungkin muncul secara kebetulan.
Kendati demikian, neo-Darwinisme masih menjadi model yang terlintas dalam pikiran ketika “evolusi” menjadi pokok perbincangan dewasa ini. Dalam bab-bab selanjutnya, kita akan melihat dua mekanismerekaan model neo-Darwinis, kemudian memeriksa catatan fosil untuk menguji model ini. Setelah itu, kita akan membahas pertanyaan tentang asal usul kehidupan yang menggugurkan model neo-Darwinis dan semua model evolusionis lain seperti “evolusi dengan lompatan” (evolution by leaps).
Dewasa ini, puluhan ribu ilmuwan di seluruh dunia, terutama di AS dan Eropa, menolak teori evolusi dan telah menerbitkan banyak buku tentang ketidakbenaran teori tersebut. Di samping ini beberapacontohnya.
Sebelumnya, ada baiknya meng-ingatkan pembaca bahwa fakta yang akan kita hadapi di setiap tahap adalah bahwa skenario evolusi merupakan sebuah dongeng belaka, kebohongan besar yang sama sekali bertentangan dengan dunia nyata. Ini adalah sebuah skenario yang telah digunakan untuk membohongi dunia selama 140 tahun. Berkat penemuan-penemuan ilmiah terakhir, usaha kontinu mempertahankan teori tersebut akhirnya menjadi mustahil.
1. Dan Graves, Science of Faith: Forty-Eight Biographies of Historic Scientists and Their Christian Faith, Grand Rapids, MI, Kregel Resources 2. Science, Philosophy, And Religion: A Symposium, 1941, Kap.13 3. J. De Vries, Essential of Physical Science, Wm. B. Eerdmans Pub. Co., Grand Rapids, SD 1958, hlm. 15 4. H. S. Lipson, “A Physicist’s View of Darwin’s Theory”, Evolution Trends in Plants, Bd. 2, Nr. 1, 1988, S. 6 5. Kendati Darwin menyatakan teorinya sama sekali terlepas dari teori Lamarck, ia sedikit demi sedikit mulai bersandar pada klaim Lamarck,hususnya edisi ke-6 yang merupakan edisi terakhir The Origin of Species dipenuhi contoh-contoh dari buku Lamarck “inheritance of acquired traits” (Pewarisan Sifat-Sifat yang Diperoleh). Lihat Benjamin Farrington, What Darwin Really Said, New York: Schocken Books, 1996, hlm. 64. 6. Steven M. Stanley, Macroevolution: Pattern and Process, San Francisco: W.H. Freeman and Co. 1979, hlm. 35, 159
PENIPUAN EVOLUSI
Tidak terdapat sebarang bukti kukuh untuk menyokongimej “manusia-beruk” yang terus didoktrinkan oleh pihak media dan golongan akademik evolusionis. Dengan berus yang masih di tangan, para evolusionis ini menghasilkan makhluk khayalan mereka, tetapi kenyataan bahawa lukisan-lukisan mereka ini langsung tidak menepati fosil-fosil yang ditemui, telah memberikan masalah yang besar kepada mereka. Antara cara yang digunakan untuk menangani masalah ini ialah dengan “mencipta” fosil-fosil yangsebenarnya tidak pernah ditemui. Piltdown Man, skandal terbesar di dalam sejarah sains, merupakan diantara contoh metode tersebut.
Piltdown Man: Sekeping Rahang Orang Utan dan Sebiji Tengkorak Manusia
Kisah Sebuah Penipuan
Fosil-fosil tersebut telah digali oleh Charles Dawson dan telah diberikan kepada Sir Arthur Smith Woodward.
Serpihan-serpihan telah dipasang semula untuk membentuk tengkorak terkena.
Serpihan Tengkorak Manusia
Rahang Orang Utan
Berdasarkan kepada pemasangan semula tengkorak tersebut, beberapa lukisan dan ukiran telah dihasilkan,sejumlah artikel dan dokumentari telah ditulis. Tengkorak asal telah dipamerkan di Muzium British.
Setelah 40 tahun selepas penemuannya, fosil Piltdown Man telah dibuktikan sebagai satu penipuan oleh sekumpulan penyelidik.
Seorang doktor yang amat dikenali yang juga seorang ahli paleontologi (ilmu kaji manusia), Charles Dawson telah mendakwa menemui sekeping tulang rahang dan serpihan tengkorak manusia di dalam sebuah lombong di Piltdown, England dalam tahun 1912. Walau pun, rahang tersebut menyerupai beruk tetapi gigi dan tengkoraknya lebih mirip kepada manusia. Ia kemudian telah dikenali sebagai “Piltdown Man”. Ia didakwa berusia 500 ribu tahun dan telah dipamerkan di beberapa buah muzium sebagai bukti evolusi manusia yang jelas. Selama 40 tahun, ramai saintis telah menulis berbagai artikel berkenaan Piltdown Manini. Berbagaitafsiran dan lakaran lukisan telah dihasilkan, dan fosil ini kemudian telah dikemukakan sebagai sebuah bukti penting terhadap evolusi manusia. Tidak kurang daripada 500 tesis kedoktoran telah ditulis di bawah tajuk ini. 55 Seorang ahli paleontologi Amerika, Henry Fairfield Osborn, ketika melawat Muzium British dalam tahun 1935, telah berkata, “… kita perlu diperingatkan berulang-ulang kali bahawa Alam Semula jadi ini dipenuhi dengan berbagai paradok dan ini merupakan sebuah penemuan yang memeranjatkan tentang manusia terawal …” 56
Pada tahun 1949, Kenneth Oakley, daripada Jabatan Paleontologi Muzium British telah melakukan “ujian florin”, satu ujian yang dijalankan untuk mengenal pasti usia sesebuah fosil lama. Suatu ujian telah dijalankanke atas fosil Piltdown Man ini. Hasilnya amat memeranjatkan! Ketika ujian, didapati tulang rahang tersebut tidak mengandungi sebarang florin. Ini menunjukkan bahawa ia telah ditanam beberapa tahun sahaja di dalam tanah. Sementara, tengkorak tersebut pula hanya mengandung sedikit florin, menunjukkan bahawa ia hanya berusia beberapa ribu tahun sahaja.
Kajian seterusnya yang dijalankan dengan menggunakan kaedah ujian florin yang sama telah mendapati bahawa tengkorak tersebut hanya berusia beberapa ribu tahun sahaja. Ia juga telah menunjukkan bahawa gigi-gigi yang terdapat pada rahang tersebut adalah kepunyaan seekor orang utan yang telah dipasangkan (pada rahang tersebut) dan segala peralatan primitif yang ditemui adalah bahan tiruan yang telah dipalsukan dengan peralatan-peralatan besi. 57 Di dalam ujian lebih terperinci yang telah disempurnakan oleh Weiner, penipuan ini telah didedahkan kepada umum pada tahun 1953.
Tengkorak tersebut adalah kepunyaan manusia berusia 500 ribu tahun dan tulang rahang tersebut pula adalah kepunyaan seekor orang utan moden yangtelah mati !. Gigi-giginya pula telah diaturkan di dalam satu susunan dan dimasukkan ke dalam rahang, dan iajuga telah ditokok tambah untuk menjadikannya lebih mirip kepada manusia. Kemudian semua serpihan ini telah disalut dengan “potassium dichromate” * untuk menjadikannya kelihatan usang. Lapisan yang disalut ini mulai hilang apabila ia direndam ke dalam asid. Le Gros Clark, antara individu yang terlibat di dalam kumpulan yang membongkar penipuan ini tidak dapat menyembunyikan rasa terperanjatnyadan berkata, “Bukti kepalsuan ini amat jelas kelihatan. Ianya amat ketara sehinggakan mereka tertanya-tanya – bagaimana mereka tidak dapat mengesannya sebelum ini?”. 58 Setelah menyedari keadaan ini, Piltdown Man telah dipindahkan dengan segera daripada Muzium British setelah dipamerkan selama 40 tahun.
* Potassium Dichromate – sejenis bahan kimia tidak berwarna seperti kristal, digunakan di dalam perusahaan mancis dan bahan letupan. (KC103)
Nebraska Man: Sebatang Gigi Babi
Di dalam tahun 1922, Henry Fairfield Osborn, pengurus American Museum of Natural History, mendakwa telah menemui sebatang fosil gigi geraham di barat Nebraska berhampiran Snake Brook, kepunyaan Zaman Pliocene. Gigi tersebut mempunyai kriteria-kriteria yang mirip kepada manusia dan beruk. Perbalahan di antara saintis mula berlaku apabila sebahagian daripada mereka mendakwa ianya adalah daripada Pithecanthropus erectus. Sementara yang lain pula mendakwa ianya adalah lebih mirip kepada manusia. Fosil yang telah menimbulkan perbalahan ini telah dinamakan sebagai “Nebraska Man”. Ia juga telah dinamakan dengan “istilah saintifik”, Hesperopithecus haroldcooki.
Gambar ini telah dilukis berdasarkan kepada sebatang gigi dan ia telah diterbitkan di dalam majalah Illustrated London News pada 24 Julai 1922. Bagaimana pun, para evolusionis merasa amat kecewa apabila ia telah dikenal pasti bukan kepunyaanberuk atau manusia, tetapi sebenarnya ia dalah kepunyaan satu spesies babi yang telah pupus.
Banyak pihak telah memberikan sokongan mereka kepada Osborn. Dengan hanya berdasarkan kepada sebatang gigi ini, pembinaan semula kepala dan badanNebraska Man telah dilakarkan semula. Malah Nebraska Man telah digambarkan bersama dengan isteri dan anak-anaknya seperti sebuah keluarga, dengan berlatarbelakangkan alam semula jadi.
Semua senario ini telah dihasilkan dengan hanya berdasarkan kepada sebatang gigi. Para evolusionis amat mengiktiraf “manusia hantu” ini. Sehinggakan apabila seorang penyelidik, William Bryan membantah keputusan mereka yang tidak adil dengan hanya berpandukan kepada sebatang gigi, maka beliau telah dikritik dengan hebatnya.
Pada 1927, bahagian-bahagian lain tengkorak telah ditemui. Berdasarkan kepada serpihan-serpihan baru ini, didapati gigi tersebut bukan kepunyaan seorang manusia atau seekor beruk. Sebaliknya, ia adalah kepunyaan sejenis babi liar di Amerika yang telah pupus, dikenali sebagai prostennops. William Bryan telah menulis sebuah artikel di dalam majalah Science bertajuk “Hesperopithecus: Apparently not an ape nor a man”. 59 Setelah itu, semua lukisan-lukisan Hesperopithecus haroldcooki telah dibuang daripada bacaan-bacaan evolusi.
OTA BENGA: Orang Asli Afrika Yang Dimasukkan Ke Dalam Sangkar
Setelah Darwin melanjutkan dakwaan beliau di dalam buku bertajuk “The Descent of Man”, bahawa manusia terbentuk daripada beruk, dia mula mencari fosil-fosil untuk menyokong dakwaannya. Bagaimana pun, evolusionis percaya makhluk separuh manusia-beruk tidak hanya dapat ditemui di dalam bentuk fosil, tetapi ia juga hidup di kawasan-kawasan tertentu dunia. Pada awal kurun ke-20, penemuan “rangkaian peralihan hidup” telah menyebabkan berlakunya sebuah tragedi yang tidak diduga. Tragedi paling kejam melibatkan seorang kerdil yang digelar Ota Benga.
OTA BENGA: Pigmi di dalam zoo
Ota Benga telah ditangkap pada tahun 1904 oleh seorang penyelidikdi Congo. Nama yang diberikan kepadanya bermaksud “kawan”. Dia mempunyai seorang isteri dan dua orang anak. Setelah dikurung dan dirantai seperti binatang, dia telah dibawa ke Amerika Syarikat dan evolusionis telah mempamerkannya di khalayak ramai di Pesta Dunia St.Louis bersama dengan spesies-spesies beruk yang lain. Ia diperkenalkan sebagai “rangkaian peralihan paling hampir dengan manusia”. Dua tahun kemudian, mereka membawanya ke Zoo Bronx di New York dan mereka mempamerkannya di bawah sektor “Peninggalan Nenek Moyang Manusia”, bersama dengan beberapa ekor cimpanzi, seekor gorila bernama Dilah dan seekor orang utan bernama Dohung. Dr. William T. Hornaday, pengarah zoo berkenaan telah memberikan ucapan yang panjang lebar betapa beliau merasa amat bangga kerana menempatkan “formasi peralihan” ganjil ini di zoonya. Dia telah melayan Ota Benga seolah-olah ia adalah benar-benar seekor haiwan. Kerana tidak tahan menerima layanan buruk ini, Ota Benga telah membunuh diri. 60
Piltdown Man, Nebraska Man, Ota Benga… semua skandal-skandal ini menunjukkan bahawa saintis evolusionis tidak akan teragak-agak untukmenggunakan apa sahaja cara yang tidak saintifik untuk membuktikan teori mereka. Tanamkan fakta ini di dalam fikiran apabila melihat bukti-bukti yang didakwa sebagai legenda evolusi manusia, kerana kita berhadapan dengan situasi yang sama. Terdapat berbagai cerita khayalan dan sekumpulan sukarelawan yang bersedia untuk melakukan apa sahaja bagi mengesahkan cerita ini.
55 Malcolm Muggeridge, The End of Christendom, Grand Rapids, Eerdmans, 1980, p. 59. 56 Stephen Jay Gould, “Smith Woodward’s Folly”, New Scientist, February 5, 1979, p. 44. 57 Kenneth Oakley, William Le Gros Clark & J. S, “Piltdown”, Meydan Larousse, Vol 10, p. 133. 58 Stephen Jay Gould, “Smith Woodward’s Folly”, New Scientist, April 5, 1979, p. 44. 59 W. K. Gregory, “Hesperopithecus Apparently Not An Ape Nor A Man”, Science, Vol 66, December 1927, p. 579. 60 Philips Verner Bradford, Harvey Blume,Ota Benga: The Pygmy in The Zoo, New York: Delta Books, 1992

Tidak ada komentar: